Hadis

"Siapa yang membaca tiap habis shalat, Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, Allahu Akbar 33 kali, lalu untuk mencukupkan bilangan seratus membaca 'Laa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lahu, lahul-mulku walahul-hamdu wahuwa 'alaa kulli syai'in qadir' maka akan diampunkan baginya semua dosa-dosanya meski pun sebanyak buih air laut." (HR Muslim)

Sunday 24 July 2011

Kisah pemimpin yang adil.

Dalam masa pemerintahan khalifah Umar bin Khatab, hampir setiap malam khalifah Umar melakukan perjalanan secara diam-diam masuk kampung keluar kampung untuk mengetahui kehidupan rakyatnya. Umar khawatir jika ada hak-hak mereka yang belum ditunaikan oleh aparat pemerintahannya.

Malam itu pun, bersama salah seorang pembantunya, Khalifah Umar berada di suatu kampung terpencil. Dari sebuah rumah yang tak layak huni, terdengar seorang gadis kecil sedang menangis berkepanjangan. Umar bin khattab dan pembantunya bergegas mendekati rumah itu. Setelah mendekat, Umar melihat seorang perempuan tengah memasak di atas tungku api. Asap mengepul dari periuk, sementara si ibu terus saja mengacau-ngacau isi periuk dengan sebuah sendok kayu yang panjang.

“Assalamu’alaikum,” Khalifah Umar memohon izin untuk masuk.

Si Ibu yang tidak mengetahui siapa gerangan tamu nya itu memberi izin untuk masuk.

“Siapakah gerangan yang menangis di dalam itu?” tanya Umar.

Si ibu itu menjawab, “Anakku.”

“Apakah ia sakit?”

“Tidak,” jawab si ibu lagi. “Tapi ia kelaparan.”

Khalifah Umar ingin sekali mengetahui apa yang sedang dimasak oleh ibu itu. Kenapa begitu lama sudah dimasak tapi belum juga matang. Akhirnya khalifah Umar berkata, “Wahai ibu, Apa yang sedang engkau masak?”

Ibu itu menjawab, “Engkau lihatlah sendiri!”

Khalifah umar dan pembantunya segera melihat ke dalam panci tersebut. Alangkah kagetnya ketika mereka melihat apa yang ada di dalam panci tersebut seraya memastikan Umar berteriak, “Apakah engkau memasak batu?”

Perempuan itu menganggukkan kepala. Dengan suara lirih, perempuan itu menjawab pertanyaan khalifah Umar, “Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anakku. Aku seorang janda. Sejak dari pagi tadi, aku dan anakku belum makan apa-apa. Sementara aku berusaha untuk bekerja tetapi karena kewajiban menjaga anakku, hal itu tidak dapat kulakukan. Sampai waktu maghrib tiba, kami belum juga mendapatkan makanan apapun juga. Anakku terus mendesakku. Aku mengumpulkan batu-batu kecil, memasukkannya ke dalam panci. Kemudian batu-batu itu kumasak untuk membohongi anakku, dengan harapan ia akan tertidur lelap sampai pagi. Ternyata tidak. Ia tetap saja menangis. Sungguh Khalifah Umar bin Khattab tidak pantas jadi pemimpin. Ia tidak mampu menjamin kebutuhan rakyatnya.”

Mendengar penuturan si Ibu seperti itu, pembantu khalifah Umar ingin menegur perempuan itu. Namun khalifah Umar dengan cepat mencegahnya. Dengan air mata berlinang ia pamit kepada si Ibu dan mengajak pembantunya cepat-cepat pulang ke Madinah.

Khalifah Umar langsung menuju gudang baitul mal untuk mengambil sekarung gandum dan memikulnya di punggungnya. Ia kembali menuju ke rumah perempuan tadi.

Di tengah perjalanan sang pembantu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, biarlah aku saja yang memikul karung itu.”

Khalifah Umar menjawab dengan air mata yang berlinang: “Rasulullah pernah berkata, jika ada seorang pemimpin yang membiarkan rakyatnya mati kelaparan tanpa bantuan apapun, Allah mengharamkan surga untuknya.”

Khalifah Umar kemudian melanjutkan, Biarlah beban berat ini yang akan membebaskanku dari siksaan api neraka kelak.”

Dalam kegelapan malam Khalifah Umar berjuang memikul karung gandum itu, hingga akhirnya ia sampai ke rumah sang Ibu.

Dengan cemas, sang Ibu bertanya: “Siapakah anda? Bukankah anda yang datang tadi?”

Khalifah Umar tersenyum dan menjawab, “Benar. Saya adalah seorang hamba Allah yang diamanahkan untuk mengurus seluruh keperluan rakyat saya. Maafkan saya telah mengabaikan anda.”

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya pemimpin yang berlaku adil dalam pandangan Allah seperti berada di tempat-tempat yang penuh dengan cahaya. Mereka itu adalah suami yang berlaku adil terhadap istri dan anak-anaknya dan pemimpin pemerintahan yang berlaku adil terhadap rakyat yang dalam kekuasaannya.”(HR Muslim)

No comments:

Post a Comment